Monday, February 11, 2013

Tentang Gunung Padang

Situs Gunung Padang di Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka, Cianjur, merupakan situs megalitik berbentuk punden berundak yang terbesar di Asia Tenggara. Ini mengingat luas bangunan purbakalanya sekitar 900 m2 dengan luas areal situs sendiri kurang lebih sekitar 3 ha.

Keberadaan situs ini peratama kali muncul dalam laporan Rapporten van de oudheid-kundigen Dienst (ROD), tahun 1914, selanjutnya dilaporkan NJ Krom tahun 1949. pada tahun 1979 aparat terkait dalam hal pembinaan dan penelitian benda cagar budaya yaitu penilik kebudayaan setempat disusul oleh ditlinbinjarah dan Pulit Arkenas melakukan peninjauan ke lokasi situs. Sejak saat itu upaya penelitian terhadap situs Gunung Padang mulai dilakukan baik dari sudut arkeologis, historis, geologis dan lainnya.

Bentuk bangunan punden berundaknya mencerminkan tradisi megalitik (mega berarti besar dan lithos artinya batu) seperti banyak dijumpai di beberapa daerah di Jawa Barat. Situs Gunung Padang yang terletak 50 kilometer dari Cianjur konon merupakan situs megalitik paling besar di Asia Tenggara. Di kalangan masyarakat setempat, situs tersebut dipercaya sebagai bukti upaya Prabu Siliwangi membangun istana dalam semalam.

Dibantu oleh pasukannya, ia berusaha mengumpulkan balok-balok batu yang hanya terdapat di daerah itu. Namun, malam rupanya lebih cepat berlalu. Di ufuk timur semburat fajar telah menggagalkan usaha kerasnya, maka derah itu kemudian ia tinggalkan. Batu-batunya ia biarkan berserakan di atas bukit yang kini dinamakan Gunung Padang. Padang artinya terang.

Punden berundak Gunung Padang, dibangun dengan batuan vulkanik masif yang berbentuk persegi panjang.

Bangunannya terdiri dari lima teras dengan ukuran berbeda-beda. Batu-batu itu sama sekali belum mengalami sentuhan tangan manusia dalam arti, belum dikerjakan atau dibentuk oleh tangan manusia. 
Balok-balok batu yang jumlahya sangat banyak itu tersebar hampir menutupi bagian puncak Gunung Padang. Penduduk setempat menjuluki beberapa batu yang terletak di teras-teras itu dengan nama-nama berbau Islam. Misalnya ada yang disebut meja Kiai Giling Pangancingan, Kursi Eyang Bonang, Jojodog atau tempat duduk Eyang Swasana, sandaran batu Syeh Suhaedin alias Syeh Abdul Rusman, tangga Eyang Syeh Marzuki, dan batu Syeh Abdul Fukor.

Sunday, February 10, 2013

TERAS V


 Teras V ini terletak dibagian paling ujung sebelah tenggara dan merupakan teras tertinggi. Memiliki ukuran panjang sisi barat laut 17.5m, sisi timur laut 19 m, sisi tenggara 16 m dan sisi barat daya 19 m. Diduga teras ini dianggap paling suci, tempat upacara-upacara paling sakral diadakan. Pada teras ini ditemukan bangunan-bangunan kecil yang merupakan tumpukan monolit.

TERAS-TERAS SITUS MEGALIT GUNUNG PADANG :
  1. Teras I
  2. Teras II
  3. Teras III
  4. Teras IV
  5. Teras V

TERAS IV

Pada teras keempat terletak lebih tinggidari teras ketiga. terdapat 3 bangunan lagi, yang senuanya terletak pada bagian timur laut teras IV. Bagian barat daya teras keempat ditemukan sisa-sisa bangunan, kecuali sebidang tanah kosong yang mungkin digunakan untuk pelaksanaan upacara tertentu, yang membuat tempatnya luas.

Pada teras keempat ini juga terdapat sebuah batu yang masyarakat dan pengunjung suka dsebut batu gendong, tetapi menurut pengurus situs gunung padang ini di sebut batu kadugalan (kekuatan). Tetapi pada saat ini batu kadugalan tersebut disimpat untuk sementara oleh pengelola Situs Gunung Padang.

Keterangan TERAS V Klik disini!

TERAS-TERAS SITUS MEGALIT GUNUNG PADANG :
  1. Teras I
  2. Teras II
  3. Teras III
  4. Teras IV
  5. Teras V

Saturday, December 29, 2012

TEROWONGAN LAMPEGAN

Stasiun Lampegan dan Terowongan Lampegan yang dibangun tahun 1879 hingga 1882 saat ini masuk kawasan Cagar Budaya. Pasca rangkaian peristiwa longsor tahun 2001 dan terakhir pada tahun 2006, kondisi terowongan (Lampegan) saat ini sudah diperbaiki, namun belum dilalui kereta api,” ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Cianjur Himam Haris, saat mendampingi Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Herdiwan Iing Suranta, beserta jajaran Sub Bidang Kepariwisataan, belum lama ini.
Stasiun Lampegan dan Terowongan Lampegan menjadi tujuan utama kunjungan wisatawan karena nilai historis serta suasana masa lalu yang masih terasa. Bangunan stasiun, rumah kepala stasiun serta terowongan Lampegan masih seperti saat pertamakali dibangun. Hanya warna catnya yang masih baru karena direnovasi tahun 2009 lalu, karena rencananya November 2010 lalu akan kembali dioperasikan, namun urung dilaksanakan.

Terowongan Lampegan sepanjang 686 meter merupakan salah satu terowongan jalan kereta api tertua yang pernah dibangun pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. Terowongan Lampegan dibangun perusahaan kereta api SS (Staats Spoorwegen) pada periode 1879 hingga 1882 untuk mendukung jalur kereta api Jakarta-Bogor, Bogor-Sukabumi dan Sukabumi-Bandung melalui Cianjur. Namun karena peristiwa gempa bumi yang mengakibatkan tanah longsor kini panjang Terowongan Lampegan sekira 415 meter.
Menurut Kurnadi (64) salah seorang penduduk setempat, nama terowongan berasal dari bahasa percakapan orang Belanda ketika kereta api memasuki terowongan. "Setiapkali ada kereta yang akan masuk ke dalam terowongan, baik dari arah Cianjur maupun Sukabumi, kondektur spur selalu meneriakan ‘steek Lampen aan!’ yang berarti nyalakan lampu, dan ditelingan kita (orang Sunda) terdengan seperti kata lampegan,” ujar Kurnadi.
Selain suasana esotik masa lalu yang dihadirkan Stasiun dan Terowongan Lampegan, juga cerita heroik pembangunan terowongan di perut Gunung Kancana dengan cara diledakan. “Saat itu, pekerjaan membuat terowongan yang dilakukan para orang tua dan pemuda menjadi tontonan, apalagi saat diledakan bom (dinamit) untuk mempercepat pengerjaan,” ujar Kurnadi.
Tidak kalah menariknya adalah cerita mistik Nyi Ronggeng Sadea. Cerita raibnya Nyi Ronggeng Sadea secara turun menurun hingga kini terus berkembang dimasyarakat sekitar Kamp Lampegan, Desa Cibokor Kec. Cibeber, Cianjur.
Diceritakan pada tahun 1882 Terowongan Lampegan selesai dibangun, untuk menghibur pejabat Belanda dan menak-menak Priangan, diundang Nyi Sadea, seorang ronggeng terkenal waktu itu. Usai pertunjukan, menjelang dinihari Nyi Sadea diantar pulang oleh seorang pria melalui terowongan yang baru diresmikan. Sejak itu Nyi Sadea hilang dan tidak diketahui keberadaannya.
Kutipan diambil dari situs pikiran-rakyat

CURUG CIKONDANG


Curug Cikondang terletak di Desa Sukadana, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat.
Curug Cikondang memiliki ketinggian sekitar  50 m dan terletak diantara hamparan kebun teh PTP VIII Panyairan dan terasering sawah yang menghijau.  Curug Cikondang ternyata bukan bentukan air mata asli tapi lebih karena tumpahan sungai yang jatuh melalui tebing besar. Ukurannya terbilang sangat besar. Deru air jatuhnya pun sangat indah. Sayangnya keindahan dimensi air terjun tidak dibarengi pengelolaan yang baik.
Berjarak tempuh sekitar 1,5 jam dari Kota Cianjur.  Dapat ditempuh melalui jalur masuk ke Gunung Padang (Situs Megalitik Gunung Padang).   
Apabila sahabat yang maen atau berwisata ke Gunung Padang, bisa sekalian berwisata ke curug cikondang yang mempunyai panorama yang indah dan asri.

TERAS II

Teras Kedua mempunyai bentuk lebih kecil daripada teras pertama. teras ini berukuran: Sisi barat laut (sisi depan) panjang 22.30 m, sisi timur laut ( sisi sebelah kiri) panjang 25 m. sisi sebelah barat daya (sebelah kanan) panjang 24 m, sisi sebelah tenggara (belakang) panjang 18.5 m. Pada permukaan teras yang rata ini terdapat 6 susunan bangunan besar dan kecil yang juga terbuat dari balok-balok batu andesit. Selain itu tampaknya masih ada bangunan kecil lainnya tapi sudah tidak dapat diketahui lagi bentuknya, karena susunan bangunan-bangunan yang lain sudah tidak kelihatan lagi. Pada teras kedua ini terdapat batu-batu  tegak yang  tegak yang mempunyai ukuran lebih besar daripada batu-batu tegak yang lain. Berfungsi sebagai batu pembatas jalan.

Di teras ke II ini ada dua Batu yang harus kita ketahui, yaitu yang pertama BATU KURSI sedangkan yang kedua di sebut BATU LUMBUNG.

Batu Kursi bertujuan untuk tempat musyawarah para raja pada zaman dahulu, sedangkan batu Lumbung untuk menyimpan makanan (Istilah)


Untuk Keterangan TERAS III, sahabat bisa lihat di postingan saya selanjutnya. (Klik tulisan yang berkedip)

TERAS-TERAS SITUS MEGALIT GUNUNG PADANG :
  1. Teras I
  2. Teras II
  3. Teras III
  4. Teras IV
  5. Teras V

TERAS I

Kenapa Gunung Padang di sebut Punden Berundak?? jawaban nya karena Situs Megalit Gunung Padang berundak-undak atau bertahap-tahap (Semua orang juga tau,,, hehehehehe).

Pada Postingan kali ini saya mau sedikit  menjelaskan Tahapan-tahan atau teras yang ada di Situs Megalit Gunung Padang.

Adapun ukuran dari masing-masing teras pertama ini: Sisi barat laut berukuran panjang 40 m, sisi tenggara berukuran panjang 36 bm, sedangkan kedua sisi  lainnya masing-masing berukuran 28 m. Teras ini dibentuk dengan sistem urug dan kemudian diperkuat dengan balok-balok batu yang sekarang menjadi dinding-dinding teras pertama. Pada teras pertama terdapat 10 bangunan kecil yang terdiri dari susunan balok batu berbagai bentuk.

Teras Pertama merupakan teras paling awal saat kita masuk ke situs Megalit Gunung padang, di Teras I ini ada beberapa tempat, diantaranya Batu Mesjid, Batu Gamelan (Batu yang dapat Berbunyi seperti besi) dan aja juga tempat bermusyawarah ataupun tempat beribadah.






<<<<--------ini adalah Batu Gamelan (Batu Musik)













Batu Mesjid ---------------------------->>>>>








Untuk Keterangan TERAS II bisa sahabat liat di postingan saya selanjut nya (Klik tulisan yang berkedip)

TERAS-TERAS SITUS MEGALIT GUNUNG PADANG :
  1. Teras I
  2. Teras II
  3. Teras III
  4. Teras IV
  5. Teras V

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host