Stasiun Lampegan dan Terowongan Lampegan yang dibangun tahun 1879
hingga 1882 saat ini masuk kawasan Cagar Budaya. Pasca rangkaian
peristiwa longsor tahun 2001 dan terakhir pada tahun 2006, kondisi
terowongan (Lampegan) saat ini sudah diperbaiki, namun belum dilalui
kereta api,” ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Cianjur
Himam Haris, saat mendampingi Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Jawa Barat, Herdiwan Iing Suranta, beserta jajaran Sub Bidang
Kepariwisataan, belum lama ini.
Stasiun Lampegan dan Terowongan Lampegan menjadi tujuan utama
kunjungan wisatawan karena nilai historis serta suasana masa lalu yang
masih terasa. Bangunan stasiun, rumah kepala stasiun serta terowongan
Lampegan masih seperti saat pertamakali dibangun. Hanya warna catnya
yang masih baru karena direnovasi tahun 2009 lalu, karena rencananya
November 2010 lalu akan kembali dioperasikan, namun urung dilaksanakan.
Terowongan Lampegan sepanjang 686 meter merupakan salah satu
terowongan jalan kereta api tertua yang pernah dibangun pemerintah
Hindia Belanda di Indonesia. Terowongan Lampegan dibangun perusahaan
kereta api SS (Staats Spoorwegen) pada periode 1879 hingga 1882 untuk
mendukung jalur kereta api Jakarta-Bogor, Bogor-Sukabumi dan
Sukabumi-Bandung melalui Cianjur. Namun karena peristiwa gempa bumi yang
mengakibatkan tanah longsor kini panjang Terowongan Lampegan sekira 415
meter.
Menurut Kurnadi (64) salah seorang penduduk setempat, nama terowongan
berasal dari bahasa percakapan orang Belanda ketika kereta api memasuki
terowongan. "Setiapkali ada kereta yang akan masuk ke dalam terowongan,
baik dari arah Cianjur maupun Sukabumi, kondektur spur selalu
meneriakan ‘steek Lampen aan!’ yang berarti nyalakan lampu, dan
ditelingan kita (orang Sunda) terdengan seperti kata lampegan,” ujar
Kurnadi.
Selain suasana esotik masa lalu yang dihadirkan Stasiun dan
Terowongan Lampegan, juga cerita heroik pembangunan terowongan di perut
Gunung Kancana dengan cara diledakan. “Saat itu, pekerjaan membuat
terowongan yang dilakukan para orang tua dan pemuda menjadi tontonan,
apalagi saat diledakan bom (dinamit) untuk mempercepat pengerjaan,” ujar
Kurnadi.
Tidak kalah menariknya adalah cerita mistik Nyi Ronggeng Sadea.
Cerita raibnya Nyi Ronggeng Sadea secara turun menurun hingga kini terus
berkembang dimasyarakat sekitar Kamp Lampegan, Desa Cibokor Kec.
Cibeber, Cianjur.
Diceritakan pada tahun 1882 Terowongan Lampegan selesai dibangun,
untuk menghibur pejabat Belanda dan menak-menak Priangan, diundang Nyi
Sadea, seorang ronggeng terkenal waktu itu. Usai pertunjukan, menjelang
dinihari Nyi Sadea diantar pulang oleh seorang pria melalui terowongan
yang baru diresmikan. Sejak itu Nyi Sadea hilang dan tidak diketahui
keberadaannya.
Kutipan diambil dari
0 comments:
Post a Comment